Jumat, 25 Juli 2014

Emang Kenapa

Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019. Saya sendiri merasa senang atas kemenangan Jokowi-JK dan saya termasuk salah satu dari jutaan rakyat Indonesia yang memilih beliau. Walaupun begitu, tetap saja ada sebagian orang yang tidak terima jika Indonesia dipimpin oleh Jokowi-JK. Berbagai alasan bermunculan mulai dari kerjaannya blusukan terus, bukan kalangan militer sampai kekhawatiran Jakarta dipimpin oleh gubernur non muslim. Tentu saja dia adalah Ahok, wakil gubernur DKI Jakarta.

Banyak orang yang tidak suka Ahok menjadi gubernur Jakarta untuk beberapa tahun kedepan. Ada yang bilang “Ahok bukan muslim”, “Ahok itu Cina”, “Ahok itu Kafir”, “Jakarta bisa hancur kalau Ahok jadi Gubernur” bahkan Ernest Prakarsa membuat tur stand up comedy yang bernama ILLUCINATI yang juga memuat isu Jokowi nyapres dan dampak Ahok jadi Gubernur. Liat aja di Youtube jika ingin tau. Gak Cuma di Jakarta, Luar Jakarta pun juga banyak yang gak suka Ahok jadi gubernur. Pertanyaan yang ingin saya tanyakan, khususnya kepada warga luar Jakarta.

Emang kenapa kalau Ahok jadi gubernur Jakarta?
"Emang kenapa kaum minoritas jadi gubernur kaum mayoritas?"


Apa orang cina harus dagang doang? Kalo emang mampu jadi Gubernur ya gak masalah. Selama dia terima tanggung jawab dengan baik dan gak macem-macem buat saya gak papa. Saya bukan warga Jakarta dan saya gak ikut Pilkada Jakarta. Saya tidak mempermasalahkan itu. Itu sudah ada yang ngatur, Undang-undangnya juga ada. Kalo warga Jakarta protes Ahok jadi gubernur, saya bisa maklumi. Lah ini, bukan warga Jakarta tapi ikut-ikutan protes Ahok jadi gubernur Jakarta. Sama aja ada orang kecopetan, begitu copetnya ketangkep langsung ikutan gebukin. Menurut saya, orang luar jakarta gak punya hak buat protes Ahok jadi gubernur. Alasannya adalah kalian bukan warga jakatra dan gak ikut Pilkada Jakatra. Gak jauh beda sama pendemo bayaran, gak punya keresahan tapi ikut koar-koar biar dapet duit. 

Sebagai penutup, saya cuma pesen aja sih bagi orang luar jakarta. Gak usah protes Ahok jadi gubernur. Yang bikin dia jadi wakil gubernurnya Jokowi adalah partainya sendiri, Gerindra. Proteslah sama partainya kalo perlu pimpinannya kirimin surat terbuka. 

"Woi, kenapa lu masukin orang cina dipemerintahan Jakarta? Gara-gara lu masukin Ahok, sekarang gubernur gue orang Cina!!"


Atau pas pilkada berikutnya, Gak usah milih Ahok jagi gubernur. Pilih aja yang lain. Itukan gampang, daripada rusuh gak jelas. Lagian ini Indonesia. Banyak suku beragam budaya. Kalo gak suka dipimpin non muslim, non pribumi atau apapun itu. Mendingan pindah ke arab. Di Arab udah pasti presidennya muslim, gubernurnya muslim dan gak ada orang cina disana.

Kamis, 03 Juli 2014

Pertimbangan agar tidak salah "Memilih Falkutas"

Judul diatas memang klise karena setiap kita akan mengakhiri masa SMA selalu disodorkan pertanyaan seperti itu. Kita selalu dapat peringatan dari guru disekolah agar tidak salah memilih Falkutas yang akan diambil saat kuliah kelak. Yang keluar lewat kata-kata belum tentu keluar dalam tindakan. Itulah yang banyak terjadi saat ini. Banyak orang yang salah memilih Falkutas impian mereka karena banyak faktor. Dari masalah temen, Falkutas yang gampang selesai sampai pengaruh Orang Tua juga ikut campur dalam hal ini.

Namun yang ingin saya angkat bukan masalah seperti yang sebelumnya saya sebutkan tapi permasalahan adalah ngambil Falkutas tapi tidak sesuai "latar belakang" yang kita tempuh di SMA. Saya ambil contoh disekitar saya. Teman saya waktu SMA mengambil jurusan IPA tapi pada akhirnya waktu kuliah dia ngambil Managemen, Iya Managemen. . Padahal saat mendekati kelulusan kita sudah diberi tawaran yang sesuai dengan latar belakang yang kita punya. IPS misalkan, IPS pada dasarnya diberi jatah ke Managemen, Akutansi, Ilmu Ekonomi, Sosiologi dan Ilmu Sastra. Sedangkan IPA juga sudah dikelompokan, mulai dari Kedokteran, Teknik Mesin, MIPA dan Pertambangan. Padahal sudah dikelompokan berdasarkan latar belakang yang kita punya tapi masih aja ada yang nyerobot. Memang IPA secara kasta lebih unggul, mereka bisa ngambil 2 kategori yaitu SAINSTEK dan SOSHUM namun IPS cuma dapet jatah SOSHUM. Mungkin sebagian orang menganggap ini wajar kalau IPA bisa mengambil lahan IPS namun miris bagi saya. Mengapa? Biar saya jelaskan... Kalau ada yang pernah ikut bimbel pasti banyakan yang ambil bimbel adalah anak SMA yang ngambil IPA. Walaupun yang IPS juga ada, tapi gak sebanyak IPA. Tau sendiri kalo IPA itu banyakan ngitung daripada baca. Karena banyakan ngitung dan biar nilainya gak jelek makanya pada nyari bimbel.

Bayangkan ini dipikiran kita kalau ada anak lulusan IPA waktu di SMA tapi dia ngambil kuliah bidang HUKUM akan terjadi seperti ini.

"Tolong sebutkan jenis-jenis hukum yang berlaku di dunia?"

"Hukum Newton, Hukum Archimides, Hukum Pascal, Hukum kekelakan energi..."

*nelen paku satu plastik*

Dosen pun bingung, sebenarnya muridnya yang gak ngerti apa dia yang salah ngajarin orang. Intinya sih cuma ngingetin hati-hati kalo milih, pertimbangkan dulu dan cari tau resikonya. Jangan asal nyelomot kalo gak mau keselomot.