Sabtu, 07 November 2015

Kehidupan Gamer (Part 9)

Sekarang ini adalah jaman dimana semua hal bisa menjadi profesi dan mendulang emas dari apa yang kita lakukan. Salah satunya adalah game. Sejak Turnamen "The Internasional 5" yang digelar Agustus kemarin dengan total hadiah mencapai 18 juta USD. Mulai orang-orang menekuni Dota 2 yang awalnya hanya sekedar hobi kini mulai memasuki dunia professional layaknya atlit olahraga pada umumnya.

Sepintas apa yang orang awam liat dari gamer adalah hal yang sia-sia. Menghabiskan waktu berjam-jam didepan komputer dan gak ngelakuin aktivitas apapun. Ngebanggain item yang harga jualnya tinggi walau cuma virtual. Teriak-teriak histeris saking senengnya bisa ngalahin temen sendiri dan beberapa kehebohan lainnya yang gak perlu saya sebutin karena banyak banget. Dari semua itu bisa diketahui bahwa Video Game udah masuk kategori olahraga, atau bisa disebut E-SPORT.

Isitilah E-sport belum familiar ditelinga masyarakat. Walau Indonesia punya lembaga yang ngurusin E-sport tetep aja harus ada sosialisasi secara berkala. Saya yakin pasti bertanya-tanya "Kenapa video game bisa masuk ketegori olahraga?" Dari sisi manakah bisa disebut olahraga. Saya bukan orang yang berkecimpung dalam dunia E-sport atau professional gamer, tetapi saya menjelaskan sepemahaman saya.

E-sport pada dasarnya adalah olahraga seperti sepakbola atau basket. Bedanya adalah lapangan buat main. E-sport lapangannya di dunia maya. Pas main juga gak sembarangan asal main. Ada strategi dan teori dasar dalam permainan. Sepak bola punya dirbble, passing, shooting dan tackling. E-sport, khususnya Dota 2, dia punya creeping, last hit, stack creep. Sepak bola punya striker, midfender dan bek serta kiper. Dota 2 juga ada pengaturan posisi, ada mid player, carry player, offlane player dan support player. Sisanya adalah bagaimana para pemain mengatur strategi agar bisa memenangkan pertandingan.

Beberapa negara sudah mengakui adanya E-Sport dan tidak jarang mereka yang berkecimpung dielu-elukan seperti pemin sepakbola yang habis menjadi juara di negara orang. Menyaksikan para pemain bertanding adalah suatu kebanggan tersendiri. Di Indonesia sendiri, saat The Internasional 5 berlangsung ada juga yang membuat acara nonbar layaknya sepakbola. Walau gak semeriah piala dunia, paling tidak ada yang bisa dibanggakan dari hobi bermain game. Turnamen - turnamen lokal, nasional dan internasional adalah salah satu bentuk apresiasi untuk gamer. Setidaknya mereka bisa bilang sama orang-orang bahwa waktu yang mereka luangkan berjam-jam setiap harinya gak sia-sia.

Ketika saya melihat video Free To Play, saya melihat sendiri bagaimana perjuangan untuk hidup dengan game dan meyakinkan keluarganya. Dimana saat itu game masih abu-abu. Tidak ada jalan terang apakah ini bisa menjadi pekerjaan atau tidak. Stereotip tersebut akhirnya segera dipatahkan dengan adanya turnamen pertama The Internasional dengan total hadiah 1 juta USD, yang saat itu adalah hadiah terbesar dalam turnamen E-sport.

Dulu saya selalu mengira orang-orang yang berkecimpung dalam E-sport pasti anak orang kaya. Mereka bisa beli peralatan game yang mahal. Punya komputer dengan spesifikasi gede, internet kenceng dan apapun yang menunjang permainnan mereka. Tiap ada update item terbaru, selalu berada digaris depan sebelun orang lain punya. Selalu bisa membuat temen-temannya iri dan menjadi pusat perhatian. Namun pandangan itu salah, gak semua gamer dengan peralatan bagus pasti anak orang kaya. Gak semua dari mereka pasti bisa menjadi Gamer Proffesional. Banyak gamer proffesional yang berasal dari keluarga miskin. Yang bisa kita lihat adalah bagaimana memperjuangkan itu agar kita menjadi "kaya"


Video Free To Play



Selasa, 29 September 2015

superhero saling adu jotos satu sama lain.

Pernah kepikir gak siapa superhero paling kuat? Atau kepikir bagaimana para superhero saling jotos-jotosan sampai salah satu diantara mereka gak ada yang bisa berdiri lagi. Jawabannya ada yang bener-bener dengan riset berkala. Ada juga yang jawaban ngasal, yang penting dia bisa bantai musuh dalam sekejap siapakah superhero paling kuat yag pernah ada.

Nah, cara buat tahu siapa superhero yang palung kuat bisa kalian cari di Youtube. Jadi ada youtubers yang bikin tempat adu jotos antar superhero. Entah itu dari film, komik atau video game. Pokoknya karakter fiksi yang terkenal dan penggemarnya banyak, ditaruh dalam colloseum dan berantem sampai ada yang mati. Kalian bisa searching dengan keyword  "Super Power Beat Down" atau "Death Battle" Walau sama-sama menampilkan pertarungan superhero namun ada hal yang menjadi ciri khas dari kedua tayangan itu.

Gue udah liat beberapa episode dari kedua tayangan tadi. Oke, gue bantu bahas disini, tapi gak keseluruhan kaerna gue bukan orang yang ngerti film atau sekolah perfilman.

Dari Super Power Beat Down, Super Power Beat Down menawarkan pertarungan super hero secara ril, mereka menggunakan orang beneran sebagai pemeran superhero. Arena pertarungannya juga disesuaikan dengan karakternya sendiri. Bisa diperkotaan, Hutan belantara hingga luar angkasa. Tergantung superhero dan ceritanya. Di Super Power Beat Down, sebelum tarung ada semacam survei dari kedua seuperhero yang mau tarung. Cuma ditanyain "Siapa yang bakal menang?" dan orang yang ditanyain juga random. Gitu doang sih

Beda lagi dengan Death Battle, ini mah sepuhnya Super Power Beat Down. Death Battle udah banyak video siperhero yang diadu. Jangankan superhero, sampai karakter game juga dibuat dan dipaksa adu jotos kok. Death Battle gak ada host atau co host yang nanya random ke orang-orang. Untuk ngerti kekuatan masing-masing superhero, mereka udah buat statistik dari karakter itu sendiri. Muali dari biodata, senjata andalan, kemampuan bela diri sampai siapa-siapa partnernya semuanya ada.  Udah kaya nonton pertandingan sepak bola di TV. Ada komentator ngasih data-data tentang pemain dan track record dari kedua belah pihak. Pertarungannya juga gak pake orang buat meranin si superhero. Disana udah dibuat animasi, jadi gak perlu bayar stuntman. Gak perlu bayar orang buat nyapin kostum dan gak perlu bayar tukang urut kalo sewaktu-waktu stuntmannya keseleo abis berantem.

Itu aja sih yang bisa gue share. Gue belum liat semua episodenya. Ditambah lagi gue juga lagi krisis inspirasi buat nulis.

Intinya kalian kalo mau tahu siapa superhero yang paling kuat. Kalian gak perlu debat sia-sia sama temen. Ajak dia nonton Youtube dan liat sendiri siapa yang paling kuat. Maaf, cuma upload 2 episode dari masing-masing tayangan, karena episodenya banyak dan buat hemat kuota kalo-kalo ada yang nyasar di postingan ini


 Super Power Beat Down







Death Battle







Kamis, 17 September 2015

I Love My Sleep

Sehabis saya pulang rapat untuk persiapan Ekaristi dari SMA Stella Duce 1. Saya langsung menuju rumah dan menghabiskan sisa waktu menjelang tidur. Rebahan diatas kasur dan lampu kamar dalam keadaan mati. Disitu saya merefleksikan apa yang terjadi dengan saya saat ini. Teringat bagaimana saya dulu, semasa SMA sering tidur sampe jam 12, bahkan sampai jam 2 baru tidur kalau keadaan terdesak. Bangun pagipun jadi gak menyenangkan karena cuma tidur beberapa jam dan harus berangkat sekolah pagi-pagi. Mengingat kejadian itu, saya langsung lompat dari tempat tidur, nyalain laptop dan mulai ngetik.

Satu hal yang baru saya sadari belakangan ini yaitu jam tidur sangatlah berharga. Orang bisa tidur satu jam udah seneng banget, apalagi bisa istirahat dari rutinitas padat. Ketika saya masih SMA, saya gak pernah mikirn jam tidur atau ngatur harus tidur jam berapa. Siklus anak SMA dalam sehari juga nyantai.
  1. Sekolah, pulang sampe siang. Sore masih bisa main.
  2. Malem ngerjain pr atau nongkrong.
  3. Habis itu tidur deh.
Siklusnya begitu terus sampai lulus SMA. Mungkin dikelas 3, khususnya saat mendekati UN, ada sedikit modifikasi. Tetapi secara umum siklusnya sama tetapi masih bisa tidur nyenyak dan gak banyak hal yang dipikirin.

Hal itu berbeda ketika udah kuliah. Saya sendiri juga ngalamin. Ketika udah mulai kuliah, walau jam kuliah rada fleksibel. Ada yang kuliah pagi, ada yang kuliah siang bahkan sore ada yang baru masuk kelas. Bahkan yang kuliah vokasi bisa dari pagi sampe sore nonstop. Seperti pepatah mengatakan "Jangan lihat buku dari sampulnya" Ketika anak sekolah liat anak kuliah. Mereka mikir jadi anak kuliah itu enak. Masuk kelas gak harus pagi, gak ada dosen kelas langsung bubar jalan dan ditambah lagi gak perlu pake seragam. Itu semua hanyalah tipuan semata. TIPUAN SEMATA!!

Realita sebenarnya anak kuliah adalah banyaknya tugas dan laporan. Terkadang tugas itu gak bisa diselesein dalam satu malam. Sehingga opsi kebanyakan mahasiswa adalah lembur sampai pagi walau paginya ada kelas. Belum lagi jika masuk kategori mahasiswa KURA-KURA. Kerjaannya kuliah-rapat kuliah-rapat dalam sehari. Rumah hanyalah sebagai tumpangan untuk istirahat. Dari pagi sampai malam dihabiskan di kampus. 

Dari semua itu, saya dapat merefleksikan bahwa jam tidur itu sangat berharga, Apalagi ketika mulai masuk semester 3 keatas. Rasanya bisa tidur dibawah jam 12 ada sesuatu yang berharga banget. Ibarat Dota 2, pas nyari rune dapetnya regeneration. Beeuhh...  Kenapa berharga banget? Karena gak semua orang bisa tidur dibawah jam 12. Jam 12 udah bersyukur kalo bisa tidur. Mungkin kalian nganggep tidur jam 11 (khususnya cowok) itu cemen. 

"Masa jam 11 udah tidur, nongkrong dululah bareng kita-kita. Cemen lu"

"Kaya cewek aja lu tidur jam 11."

Jika kalian berpikir panjang, hal ini bakal ganggu. Masalahnya adalah kalian bukan tentara. Tentara emang bisa tidur bentar, tgak tidur sehari juga bisa karena meraka dilatih buat perang. Perang kan terjadi di situasi yang gak terduga, dan perang berlangsung lama. Bahkan begadang dijabanin sama meraka. Beda ama mahasiswa, jadwal kuliah jelas. Masuk jam berapa juga jelas. Jadi gak usah ngatain cemen kalo tidur dibawah jam 12. Beda cerita kalo ada kerjaan yang terpaksa ngerjain begadang. Ya silahkan. Tapi kalo emang bisa diselesain cepet, mendingan atur waktu lagi. Biar sama-sama enak. Tugas kelar, tidur pun nyenyak.

Mulai beberapa minggu kemarin, saya nyoba untuk ngatur biar pas malem saya gak banyak mikirin tugas dan laporan. Sebisa mungkin saya ngerjain tugas waktu sore, kira-kira habis kuliahlah. Biar rada nyantai, gak tegang kaya pas kuliah. Waktu malemnya, saya pake buat nyantai. Iseng browsing video di Youtube. Baca-baca berita Kompas atau sekedar blogwalking blogger lain. Intinya nyantai untuk pengantar tidur. Kenapa saya ngelakuin itu karena saya cinta jam tidur saya. Setidaknya sebelum waktu tidur saya hilang, saya manfaatkan jam tidur saya sebaik mungkin.

Sabtu, 22 Agustus 2015

Kehidupan Gamer (Part 8)

Masih jelas terpampang bagaimana saya waktu itu berhenti ngegame. Tepatnya saat mulai kuliah. Selama dua semester saya jalani tanpa game. Awalnya saya gak ngalami kesulitan, namun seiring berjalannya waktu saya merasa tersiksa. Sebagai orang yang seneng ngegame dan tiba-tiba berhenti tanpa sebab, hal ini merupakan ketidaknyamanan jiwa. Saking saya sukanya dengan game, saya pernah rela gak jajan sewaktu sekolah biar bisa ngegame. Sehabis sekolah saya langsung lari ke gamenet dan main dengan uang saku saya tersebut. Selama saya masih ngegame, saya gak ngalamin penderitaan. Gampangnya kalo capek atau marah, saya bisa melampiaskannya dengan ngegame. Namun hal itu berbeda ketika saya kuliah.

Selama saya berhenti ngegame, saya ngerasa lesu setiap saat. Dimanapun dan kapanpun. Cobaan datang terus-terusan. Tekanan datang bergiliran. Satu selesai berikutnya datang lagi. Selama itu saya uidah nyoba banyak cara buat ngilangin itu. Mulai dari tidur, banyak main sampai dengerin musik, itu hanya berkerja sesaat. Selebihnya datang lagi kaya ketombe. Kegelisahan saya mulai menjadi-jadi. Sempat saya bertanya pada diri sendiri "Kenapa jadinya gini? Bukannya nyelesaiin masalah malah mambah masalah lagi. Ini ada apa sebenarnya." Pertanyaan itu mengusik terus menerus.

Sampai suatu saat, saya diajak temen buat ngegame lagi. Jadi anak gamenet lagi. Billy namanya. Dia ngajakin saya main DOTA 2. Gak hanya nawarin, dia gak segan-segan manas-manasin saya dengan ceritanya tentang hero-hero dota 2. Kebolehan dia dalam bermain. Bla bla bla... Banyak lah. Dimanapun kalau ada saya, langsung jadi sales nawarin produk pada saya.  

Walau saya cuekin dia pada awalnya, dia justru semakin panas. Ibarat orang yang ikut MLM. Selama belum dapet orang, serang terus pokoknya. Tetapi ada saatnya saya mulai kepanasan dengan omongan dia. Omongannya sudah mulai manasin rasa penasaran saya dengan DOTA 2. Akhirnya sehabis dari gereja, dia ngajak main dota. Kita cari yang palilng deket dari gereja. Dua jam tryout pun belum mulai memanaskan diri saya. Hingga sampai rumah, rasa penasaran saya makin menjadi-jadi. Candu mulai tunbuh. Sehingga saya mulai masuk lagi gamenet. Mulai main lagi setelah kulilah. 

Jujur aja, saya sebenarnya gak seneng main game online. Karena dulu saya masih main Ragnarok, RF terus nyicipin juga PB. Hal itu gak berlangusng lama. Masalah mulai muncul ketika udah "Pay To Win" Istilah dari orang yang rela menggali kantong sendiri demi sebuah item yang belum tentu permenen. Ada batas waktunya. Jika udah gitu, mau gak mau kita harus main terus biar gak rugi. Udah beli tapi masih kalah juga rugi. Makanya saya mulai jauhin gamenet. Gimana lagi, saya bukan anak orang kaya. Gak bisa beli voucher setiap saat walau harganya sama dengan harga pulsa. Yaudah saya berhenti. Ditambah lagi, gak tau tuh main terus-terusa mau dibawa kemana? Saat itu juga masih sepi event. Palingan cuma opening server baru sama tempat baru.

Hal ini berbeda ketika saya mulai mencicipi DOTA 2. Walau ada voucher steam, tapi itu gak ngaruh sama sekali. Masalahnya kalian beli voucher cuma buat kostum hero sama item-item pendukung doang. Permanen lagi. Walau mahal tapi gak ada beban kaya PB. Dimana yang menang yang berduit. Itu gak saya temuin di DOTA 2. Penentuannya adalah skill dan wawasan tentang hero dan item. Dijamin 100%, karena semua player pake hero dan item yang sama, hanya gimana nyusun strategi dan teamwork satu dengan lainnya.

Menurut saya, DOTA adalah game yang maksa semua playernya berkembang. Walau hero sama, item sama dan map sama tapi setiap match bertemu player yang berbeda. Beda player tentu beda cara main, dan yang pasti beda strategi. Menyebabkan saya mau gak mau harus nyoba lebih dari satu hero. Gak mungkin juga pake satu hero terus. Harus liat temen dan lawan juga kaya gimana. Situasi bisa berubah setiap saat, maka semua player harus beradaptasi dengan permainan yang ada. Saya sampai sekarag masih kewalahan main dengan berbagai macam player, khususnya pinoy player. Pinoy adalah sebutan bagi orang Filipina, entah tinggal diluar Filipina atau gak. Semua pemain pasti ngalamin hal yang sama dengan saya ketika main dengan Pinoy.

Trash talk, noob dan gak ngerti team adalah sebagian dari problem yang dirasakan ketika bermain dengan pinoy. Saking keselnya dengan pinoy, sampai-sampai ada petisi yang ingin server Dota di Filipina dihapus, biar gak ngeganggu yang lain.

Walau cuma permainan virtual. Tapi tetep kita harus respect sama pemain lain. Jangan bikin kekacauan dalam game. Biar cuma satu jam, tetep deh gak usah bikin keributan. Kadang pemain Indonesia masih aja bikin kekacauan. Skill minus bacot plus. Bukannya skill yang ditambahin malah bacotan yan ditambah. Udah gitu bacotan pasar pula. Apa jangan-jangan mereka bukan anak sekolah ya? Bacotnya gak dikasih ilmu, terlalu sibuk ngasih ilmu dikepala. Gak sedikit pula bacotan berbau rasis keluar. Pada gak mikir apa ya? Dota itu server internasional, semua orang bisa denger bahkan orang luar Indonesia. Kalo ada orang luar negeri yang tahu bahasa indonesia, udah gawat tuh. Bisa-bisa Indonesia bernasib sama dengan Pinoy.

Jika masih pengen main Dota di Indonesia. Please, be a smart gamer. Jadilah gamer yang cerdas dan beretika. Beretika gak mesti dihadapan orang yang lebih tua atau guru. Dalam game juga. Kalo kalian respect dengan gamer lain, gamer lain juga respect sama kalian.

Selasa, 11 Agustus 2015

Menulis Kreatif

Kata "Menulis Kreatif" sebenarnya bukan sesuatu yang baru, walau orang seneng sesuatu yang berbau kreatif. Kaya ada sesuatu yang beda gitu. Bisa gue bilang sama dengan menulis pada umumnya. Sama yang kita dapetin waktu pelajaran bahasa indonesia di sekolah. Hanya waktu nulis kita gak ngikut pakemnya. Gak pake bahasa baku ala hikayat. Gampangnya ya nulis aja apa yang kita mau. Apa yang kita inginkan dan apa yang kita rasakan. Semudah itu kok.

Pertama kali dapet istilah "Menulis Kreatif" itu waktu ikut pelatihan kepempimpinan tingkat mahasiswa. Awalnya gue pikir yang ngasih materi itu seorang penulis atau paling gak mahasiswa yang rangkap jadi jurnalis. Taunya yang ngasih materi seorang dosen, dan bukan dosen dibidang bahasa. Tapi ya bodo amatlah. Gue ngikutin aja sampe selasai. Karena gue seneng nulis walau perkuliahan gak merestui gue untuk menulis. Namun dari semua materi yang disampein, kaya ada yang kurang gitu. Sesuatu yang biasanya seorang penulis miliki sebelum menggores karya dalam kertas atau memijat keyboard komputer. Dosen yang ngasih materi kayaknya lupa kalau seorang penulis sebelum nulis pasti punya keresahan yang akhirnya dia tuangkan dalam tulisan. Walau banyak memilih untuk curhat sama temen tapi keresahan adalah poin penting dalam menulis.

Gue dapet itu dari ebook yang ditulis sama Raditya Dika. Gue dapet itu waktu gue ngirim tulisan di Loop Kepo. Ada sayembara gitu, suruh ngumpulin tulisan dalam format Word, 500 kata. Gue ikutan aja walau gue gak tau apa hadiahnya kalo menang. Begitu ngirim, langsung dapet link download ebook yang ditulis Raditya Dika.

Dibilang apa menulis kreatif itu sulit? Gue gak bisa ngasih jawaban pasti. Mungkin penulis terkenal juga bingung ketika ditanyain pertanyaan semacam itu. Buat gue pribadi, menulis adalah cara gue untuk menyampaikan sesuatu. Jujur, gue ini introvert. Gue gak pernah ceritain masalah apapun ke orang-orang, bahkan orang tua gue sekalipun gak tau. Pokoknya gue simpen aja terus. Lama-lama gak tahan juga nyimpen terus menerus. Karena itu gue milih menulis.
Alhasil gue milih nulis karena main musik sama gambar udah terlalu mainstream. Tulisan yang udah gue buat terus dishare lewat blog gue. Disitu pasti ada yang liat, entah baca beneran atau sekedar liat terus di close, atau istilahnya blogwalking. Gak masalah, yang penting bisa nyampein sesuatu ke orang lain. Sukur-sukur dapet pencerahan. Disitulah awal gue menulis.

Sekarang ini banyak banget pemikiran dalam kepala gue yang harus dikeluarin. Saking banyaknya, gue bingung mau mulai nulis darimana? Setiap hari selalu bermunculan kalimat-kalimat baru. Entah lagi ngelamun, keluar rumah hingga dalam mimpi juga ada. Sedangkan yang kemarin aja belum dibikin draft. Sakau tulisan lebih tepatnya. Mulai dari yang sifatnya umum sampai pada percintaan. Semuanya pada ngumpul kecampur dalam blender yang terus berputar. Menunggu campuran dalam blender tumpah kalau gak dikeluarin. Meleber kemana-mana.


Menulis Kreatif atau bisa juga disebut “Menulis” sebenarnya bisa dilakuin oleh semua orang. Semua orang punya hak yang sama untuk menulis. Semua orang punya hal yang bisa untuk ditulis. Sayangnya budaya kita di Indonesia tidak mendukung untuk menulis. Menurut gue sendiri adalah karena budaya kita yang seneng nongkrong. Ngumpul bareng habis kuliah terus ngopi sampe ngutang karena terlalu asik nongkrong. Nongkrong pastinya kan ngobrol, jarang kan liat orang nongkrong itu nulis bareng. Sehingga banyak kertas yang terbuang dan menjadi bungkusan nasi bungkus. Pernah kan liat nasi bungkus tapi bungkusannya lembar jawab UN. Atau nasi bungkus dengan catatan alogaritma sebagai bungkusannya. 

Menulis juga gak harus dilakuin sama orang yang kuliah dibidang bahasa atau sastra. Siapapun boleh, Gue contohin diri gue sendiri. Gue kuliah mekatronika, dimana kuliahnya gak banyak nulis tapi praktikum dalam lab dan bengkel. Nulis cuma sebatas laporan dan tugas. Sisanya perkakas dan komponen elektronika yang berkerja. Lalu liat penulis yang terkenal sekarang, gak semua penulis terkenal sekarang latar belakangnya sastra atau bahasa. Justru macem-macem, Coba aja kepoin di twitter. Apakah mereka punya latar belakang dibidang bahasa dan sastra? Gue rasa gak semua penulis kaya gitu.


Sabtu, 01 Agustus 2015

Petaka Cinta Lokasi

Biarpun gue introvert, irit temen dan gak gaul dimata orang kebanyakan, tapi gue pernah ngalamin cinta lokasi. Bukan di sekolah, bukan di kampus melainkan di GSP UGM. 

Kejadian ini bermula ketika gue ikut komunitas parkour di jogja. Sore hari jam 16.00, seperti biasanya ada latihan di GSP. Banyak yang dateng latihan. Karena gak cuma kita aja yang make disitu. Ada cheerleader, pelatnas silat dan beberapa orang jogging muterin lapangan. Selesai pemanasan, temen gue namanya Putra tiba-tiba dia bawa orang. Awalnya gue pikir itu temennya atau orang mau ambil liptuan tentang parkour. Entahlah gak tau. Karena posisi gue di samping putra. Sekalian aja tanya.

"Kamu bawa siapa put?"

"Dia temenku. Kenal di FB."

Kalo mau dideskripsikan dia itu cewek, bentukannya tomboy, rambutnya pendek kaya anggota boyband tapi gak terlalu ekstrim. Gue perhatiin dia terus karena firasat gue kaya pernah ketemu tapi dimana? Temen sekolah bukan. Temen masa kecil bukan. Taulah gak usah dipikirin paling cuma nungguin orang doang. Gak ikut latihan. Namun apa yang terjadi. Ternyata dia ikutan latihan. Biasa aja sih. Gak heboh-heboh amat ada cewek latihan parkour. Toh sebelum gue gabung parkour udah ada cewek yang gabung. Biasa aja sob.

Selesai latihan, pas maghrib. Gue datengin aja dia dan kenalan. Entah apa yang menghasut pikiran dan hati gue. Pokoknya saat itu gue gak ada ketakutan untuk deket sama cewek. Mungkin kalo gue kenalan sama dia sekarang, pasti udah takut duluan gue. Ujung-ujungnya hanya mengetahui namanya dari instagram. Ya udah gue kenalan sama dia. Namanya Adis. Kita baru ngobrol bentar, dia langusng buru-buru pulang karena jam keluar asrama cuma sampai jam 6. Sejak saat itu gue mulai deketin dia walau gak ada niatan kesana. Taulah maksudnya apa? Gak usah pura-pura polos deh. Walupun cara gue deketin dia waktu itu emang polos.

Jadi waktu malem, saat itu Facebook masih rame banget penggunanya. Mungkin karena saking ramenya bisa tuh profil datanya lengkap. Lengkapinya melebihi KTP dan akta kelahiran. Gue iseng-iseng stalking orang lewat Faacebook dan masih gue lakuin sampai sekarang, khususnya cewek-cewek kece. Lumayan refresing sebelum tidur. Balik ke gue deketin Adis. Sewaktu gue lagi asik iseng-iseng stalking orang. Di halaman beranda gue tiba-tiba ada sebuah profil nongol. Tanpa mikir panjang, langsung aja liat. Yah ternyata itu FBnya Adis. Mumpung masih terpampang jelas, gue razia aja tuh profil. Asik-asik razia, liat foto-foto yang saat itu masih dianggap bagus padahal sekarang enggak. Satu hal yang menggelitik gue adalah disitu tertera nomor HP. Beneran ini. Gak bohong gue. Awal sempet gak yakin kalo itu nomornya dia. Ada 2 alasan kuat gue gak yakin.

Pertama, itu bisa aja bohongan kan semua yang ada di dunia maya gak seratur persen bener. Bisa aja itu nomor tukang ojek langganan.

Kedua, karena ada 2 nomornya.

Esoknya gue coba nomornya. Gue telfon sebagai pembuktian ini beneran nomornya apa nggak. Pokoknya kalo diangkat dan dia bilang "HALO" langsung gue tutup. Mau gimana lagi, gak ada niatan buat ngobrol sama sekali. Sampai sekarang aja gue masih susah buat memulai pembicaraan. Udah gue bilang tadi, gue polos kalo masalah cewek. Noob mah gue.

Sejak saat itu, kita sering kontek-kontekan. Dari pagi sampai pagi lagi layaknya orang kerja. Seperti itulah selama kita deket. Disela-sela kita SMS, sesekali pergi berdua doang. Entah gue yang minta atau dia yang cari-cari alasan biar bisa ketemu gue. Karena saat itu yang agresif Adis, bukan gue. Pernah suatu kali, kita lagi duduk berduaan. Nyender tembok. Entah karena dia ngantuk atau gimana gitu. Tiba-tiba bahu gue jadi sandaran kepala. Disaat yang sama, dimana cowok kalo tiba-tiba bahunya dijadiin senderan kepala cewek pasti senengnya bukan main. Lah ini, jujur asli. Gue ketakutan saat itu. insecure. Dalam hati ngomel "Dia kenapa sih?" Karena dasarnya emang cuek. Biarin ajalah, paling cuma kebetulan doang. Habis itu juga ogah pinjem pundak gue.

Kepolosan gue terhadap cewek tidak sampai disitu. Puncak dari kepolosan gue adalah, gue gak menyadari kalo Adis nembak gue. Sampe segitunya tingkat kepolosan gue Jadi sebelum Adis nembak gue. Dia sempet nodongin pertanyaan ke gue lewat SMS. Kurang lebih begini.

"Ish, aku mau nanya sesuatu?"

"Tanya aja, apa."

"Kamu nganggep aku apa sih ish?"

"Temen. Kamu sendiri apa."

"Lebih dari temen, karena aku ngerasa seneng deket sama kamu. Ngerasa nyaman sama kamu."

Itupun masih belum membuka mata gue kalo Adis ada perasaan sama gue. Kalo itu terjadi sama gue sekarang pasti dia ngetwit "Dasar cowok gak peka. Udah dikodein masih aja gak peka." Itulah yang terjadi kalo gue ditodong pertanyaan itu sekarang. Walau ada kalanya gue punya firasat kalau Adis ada perasaan sama gue. Namun waktu itu gue gak menggubris. Biarin aja berjalan sebagai mana mestinya.

Waktu Adis nyatain perasaannya sama gue. Gue masih juga polos. Gue akuin, cara dia nyatain perasaannya ke gue bukan cara konvensional yang selalu dimulai dengan kalimat "Kamu mau gak jadi pacarku?" Dia langsung to the point ngomong sayang sama gue dan diakhiri dengan pelukan. Ditambahin pelukan aja masih gak ngeh. Gue baru ngeh setalah sampai dirumah. Emang bodo gue, gak ada kepekaan sama cewek.

Pacaran kami gak berlangsung lama, hanya beberapa bulan kita putus. Inti masalahnya apa gue gak tau. Tapi salah satu penyebab kita putus karena kepribadian gue sih. Gue akuin gue orangnya cuek, penyendiri dan gak seneng keramaian atau bisa disebut Introvert. Walau gue putus sama Adis udah lama tapi sampai sekarang gue masih takut untuk deketin cewek. Bukan masalah gue gak bisa move on dari Adis. Hanya saja gue masih takut untuk terlibat cinta lokasi lagi. Harus diakui, cara paling gampang nyari pacar ya dari lingkungan pergaulan dong. Entah sekolah, kampus atau komuntias-komunitas yang kita ikuti. Ketika di suatu perkumpulan ada seseorang yang kita taksir, pastinya gak susah dong. Ketemu tiap hari, bisa tanya temen kalo butuh pin BB, skema modus juga gampang karena satu komunitas. Secara logika emang menguntungkan tapi kalo gagal siap-siap aja amsyong. Ketika pengen terlibat cinta lokasi sama aja kaya judi. Harus pasang taruhan, taruhannya pun gak sedikit. Jika kita menang, kita untung. Jika kita kalah, kita buntung.

Jumat, 24 Juli 2015

Alasanku Gak Seneng Nongkrong

Ketika orang-orang melepas penat dengan ngumpul di suatu tempat, entah mall, cafe atau pinggir jalan. Ngomongin apapun yang terjadi disekitar mereka, entah yang bermutu atau gak bermutu. Asalkan ada objek yang bisa di jadiin bahan diskusi, nongkrong pun berjalan. Nongkrong terjadi karena ada suatu pembahasan/topik yang bisa dibicarakan secara bergerombol, karena nongkrong gak mungkin sendirian.

Ketika temen-temenku seneng yang namanya nongkrong. Aku justru sebaliknya. Jujur, aku sendiri gak seneng nongkrong. Aku gak seneng bukan karena tempat atau makanannya. Lebih karena suasana tempat tongkrongan yang rame banget, bahkan asap rokok juga ikut meramaikan suasana nongkrong. Jadinya dobel, gak seneng keramaian dan asar rokok.

Polusi suara dan polusi udara berkolaborasi dalam satu ruangan. Suara, karena aku gak suka kebisingan yang kata orang sebagai "pemecah suasana" Ketika orang bikin kebisingan sebagai suplemen moodboster, buat aku malah bikin drop. Bikin gampang capek. Gampang gelisah kaya ngerjain ujian akhir tapi pertanyaannya essay semua. Sedangkan rokok sendiri karena gak seneng aja sama asap rokok. Masa ngumpul sama temen kok dikasih asap. Kalo mau kanker pita suara jangan pake prinsip pertemanan yaitu saling berbagi. Enak aja donorin asap rokok. Ini organ tubuh yang desain Tuhan bukan buatan pabrik. Original, gak ada suku cadangnya. 

Percaya atau enggak, Majalah NewYork Times bikin liputan tentang fenomena nongkrong di Indonesia. Saking niatnya mereka bikin definisi dari Nongkrong.  Nongkrong is a word for sitting, talking and generally doing nothing. Nih artikelnya 7-Eleven Finds a Niche by Adapting to Indonesian Ways

Bisa tak bilang bahwa nongkrong sudah menjadi budaya di Indonesia. Mengapa aku bisa bilang gitu, karena sebuah istilah dari masa lampau mangan ra mangan sing penting ngumpul. Yang artinya, makan gak makan yang penting ngumpul. Kata lainnya apa kalo bukan nongkrong. Jaman dulu aja udah dibudidayakan nongkrong. Walau jaman dulu paling obrolannya seputar tentara belanda atau Alm Presiden Suharto. Jaman dulu masih susah sob. Internet belum ada, mentoknya nyari bahan obrolan dari koran, radio atau tempat umum.

 Menurutku itu sih asal usul nongkrong. Aku bukan sosiolog maknanya gak ada istilah-istilah intelek yang biasanya dipake pejabat atau ahli sosial.

Ketika aku gak seneng nongkrong bukan berarti aku kerjaannya dirumah terus. Ya gak juga, itu lebih kepada sari pati yang didapetkan dari nongkrong itu sendiri. Aku yakin jika kalian baca ini pasti akan bilang  "Nongkrong kan bisa ngilangin strees, mempererat pertemanan. Siapa tahu dari nongkrong dapet gandengan"

Itu bener, gak salah tapi klise. Itu alasan umum orang nongkrong. Aku gak mempungkiri kok. Hanya saja gak semua orang seneng bisa begitu. Gak semua orang seneng habis kuliah diajak ke kafe sampe malem. Gak semua orang seneng ngeluarin duit tanpa sebab. Gak semua orang seneng ceritain masalah pribadinya gitu aja. Kalo aku lagi capek mikirn kuliah, mending tak pake tidur daripada nongkrong. Biar otak leyeh-leyeh dulu sebelum diajak ngomong sama orang lain.

Jika terpaksa aku harus ikut nongkrong. Aku pastiin ini ada sesuatu yang bisa dibahas atau didiskusikan. Kalo gak ada atau cuma sekedar ngobrol ngalor-ngidul. Ngapain aku ikutan nimbrung, mendingan pulang baca berita. Lebih enak. Apalagi kalo orang yang ngajak aku nongkrong malah asik sendiri sama yang lain. Habis manis sepah dibuang. Udah kapok aku nongkrong, kalo diajakin lagi langsung tak tolak mentah-mentah. Ngapain juga aku ikut diskusi lalu pulang gak dapet apa-apa. dari segerombol orang yang membuat polusi suara dan polusi udara selama berjam-jam.

Sabtu, 11 Juli 2015

Anugrah atau Musibah - Round 2

Sebelumnya saya pernah buat postingan yang sama tentang hal ini, Anugrah atau Musibah. Tulisan sebelumnya berisi tentang keresahan saya dengan diri saya sendiri. Kekhawatiran saya dengan diri sendiri. Untuk kali ini saya mendapatkan kegelisahan yang sama namun dalam situasi lain.

Sampai sekarang saya gak bisa jawab jika ditanya "Kenapa kuliah Mekatronika?". Jujur aja, saat daftar kuliah dan tes masuk saya juga gak punya pemikiran pasti kenapa saya mau kuliah itu. Bukan berarti saya gak punya pendirian. Saya orang yang selalu menemukan sesuatu alasan dibalik setiap peristiwa belakangan. Gampangnya menemukan jawaban ditengah jalan atau di akhir bukan di awal perjalanan. Begitu saya mulai mendapatkan baju praktikum dan jas almamater. Secara resmi juga saya mulai memasuki kehidupan mahasiswa Mekatronika.

Petualangan pun dimulai.

Sensasi dari kuliah mekatronika gak jauh beda dengan kuliah jutusan teknik pada umumnya. Ada namanya Laporan. Kuliah praktikum terus-terusan sampai kelas penuh dengan batang. Namun ada ekstranya yaitu kalian akan bingung ketika ditanya orang Apa itu mekatronika? Jika Ekonomi, Psikologi dan Informatika orang pasti tahu. Lah ini mekatronika, waktu saya SMA temen-temen mana ada yang tahu, apalagi guru saya. Mereka tahu mekatronika ya ketika saya kuliah mekatronika.

Seperti orang pada umumnya ketika pertama kali mencoba/belajar hal baru pasti dalam kondisi on fire. Begitu juga saya yang saat itu masih semangat banget ngikutin perkuliahan. Semangat dicampur dengan keasyikan karena mata kuliah masih nyantai-nyantai. Belum banyak praktikum serta ujian praktikum yang harus keluar duit karena bikin papan PCB berserta jalurnya dan komponen elektronika. Masih santailah saat itu. Beban tugas juga gak banyak - banyak amat.

Sayangnya, begitu masuk semester yang jadwal kuliah mayoritas praktikum. Secara tidak langsung sudah mengubah hidup saya. Dalam satu semester itu pulang paling cepet itu jam 14.30. Dengan catatan ruang praktikum udah bersih dan dosen udah bingung ngasih materi apa lagi. Itu yang paling cepet. Sialnya itu bisa sampai jam 16.00 bahkan kalo kuliahnya banyak bisa pulang jam 17.00. Intinya ya jam kuliah udah di setting seperti jam kerja pegawai. Masuk pagi pulang sore. Jika telat disuruh nutup pintu kelas dari luar. Jika tugas udah selesai sebelum waktunya, siap-siap nganggur di dalam kelas sampai dosen datang dengan absensi dan pulanglah kita.


Kebetulan semester kemarin adalah semsester dimana emosi saya terkuras habis. Sehingga ada masa dimana saya jenuh masuk kuliah. Ketika selesai kuliah saya sering ngedumel sendiri.

"Jenuh kuliah. Tiap hari kuliah kerjaannya masang ini masang itu, bikin ini bikin itu. Kaya gak ada kerjaan lain aja"

Gak tau apa yang mempengaruhi saya sampe bisa mikir kaya gitu. Saya juga gak tau apa temen-temen yang lain juga ngerasain hal yang sama atau nggak. Hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Dateng kuliah yang dipikirin cuma Kapan Istirahat? Kapan pulang biar bisa tidur dan melupakan semua yang terjadi pada diri ini. Lebay banget ya. Itulah yang saya rasain selama kuliah semester kemarin. Kejenuhan juga merambat ke semua mata kuliah. Dimana hal itu menyebabkan nilai kuliah banyak yang kurang. Gak tau nasibnya gimana semester besok masih bisa ambil SKS atau enggak. Saya gak mau mikirin soal itu ntar liburan cuma mikirin sesuatu yang belum jelas titik terangnya.

Jika sedang dalam suasana dimana sosok dalam diri saya keluar dari tubuh saya. Saya sering bertanya "Salah gak sih masuk Mekatronika?" Ketika saya berusaha mencari jawaban itu selalu aja gak ketemu bagaikan kesasar dalam hutan disaat matahari terbenam. Gelap. Gak ada apa-apa. Nihil.

Disisi lain saya menemukan hal yang gak pernah saya pikirkan sewaktu memutuskan kuliah mekatronika yaitu saya tahu rasanya dunia kerja karena jam kuliah disesuaikan dengan jam kerja kantoran. Dalam situasi yang gak nyaman saya nemuin kepingan diri sendiri yang hilang entah diambil orang atau tergeletak di jalanan.Saya pun juga dibuat untuk gak hidup santai karena berbagai tuntutan untuk esok hari, dan tentu saja postingan ini gak bisa dibuat kalau saya gak kuliah mekatronika. Intinya semua yang kita lakukan ada hitam ada putih. Ada satu ada nol. Ada gelap ada terang dan tentu saja ada anugrah dan musibah.

Selasa, 07 Juli 2015

Dear Haters

Malam hari sebelum tidur, biasanya saya iseng-iseng browsing internet. Entah asal googling, liat-liat video di Youtube atau jadi silent reader di Kaskus. Saat itu kebetulan saya lagi asik liat-liat video di Youtube dan gak sengaja nemuin Vlog Bayu Skak. Bagi yang gak tau Bayu Skak itu salah satu Youtubers Indonesia yang terkenal dengan logas jawa timuran. Cari sendiri aja di Youtube, pasti ada kok. Padahal saya sendiri gak ngikutin video-video bikinan Bayu Skak. Entak kenapa saya tiba-tiba pengen liat Videonya yang berjudul "Haters gonna Hate". Postingan ini adalah hasil dari apa yang saya liat dari Videonya Bayu Skak.

Sejatinya apa yang kita lakukan pasti ada yang suka dan ada yang enggak. Itu alamiah. Semua orang ngerasain, termasuk juga saya. 

Saya mulai merasa memiliki Haters itu ketika SMA. Pas itu ada anak kelas lain yang gak suka sama saya. Itu aja, gak ada sesuatu yang spesial. Begitu mulai kuliah pun juga sama. Ada yang gak suka sama saya walaupun saya dikampus gak banyak bikin sensasi, masuk dalam jajaran Mahasiswa dengan IPK diatas 3,0 atau pacaran sama idola kampus. Walau udah pernah ngerasain punya Haters namun yang satu ini rasanya nampol banget. Itu gak jauh beda ketika di hook Pudge dari hutan. 

SAKIT GILA COY!!

Semester kemarin adalah hal yang baru bagi saya karena jadwal kuliah di dominasi oleh kuliah praktikum. Jadi pulang kuliah bisa jam 4 walau jadwal pulang jam 3 sore. Ditambah lagi waktu daftar kuliah dengan ijazah SMA, yang notabene belajarnya lebih banyak menggunakan buku, alat tulis dan internet dalam kelas daripada belajar dalam bengkel, lapangan atau laboratorium. Untuk lulusan SMA yang biasa nukang atau pola pikir mereka praktis pasti gampang. Sedangkan saya yang pola pikir teoritis, seneng bayangin konsep abstrak dan sering nyantai saat SMA yang tiba-tiba harus belajar yang saya sendiri gak tau asal-usulnya darimana? Alasannya apa? Mengapa harus belajar ini? Pokoknya kayak militerlah. Suka gak suka harus nurut perintah komandan walau perintahnya gak masuk akal. Di militer, kita diajarin disiplin dan siap sedia dalam situasi apapun, termasuk siap dengan perintah komandan dan kalian gak bisa protes.

"Prajurit! cepat kamu tembak orang itu."

"Tapi pak? tapi.."

"Itu PERINTAAHHH!"

Balik ke The Haters. Karena banyaknya kuliah praktikum ditambah saya bukan orang yang cepat beradaptasi maka Haters ini mulai bermunculan sedikit demi sedikit. Terlintas dipikiran saya, Umumnya orang menjadi Haters karena dia merasa tersaingi oleh orang lain atau dia gak punya sesuatu yang dimiliki orang lain. They hate us because they ain't us. Definisi itu yang saya yakini seseorang menjadi haters. Sayangnya, saya gak termasuk keduanya. Nah bingung kan? Saya aja bingung, tapi kok tetep aja pada gak suka. Pengen banget saya ngomong sama haters saya.

"Kalian jadi hatersku? Percuma coy. Sekarang gak ada yang bisa dibanggain. Cari tuh orang yang terkenal, idola kelas, pacarnya kaya indomaret dimana-mana ada kalo perlu artis tuh yang sering nongol di TV."

Gak enak dikuping tapi itu benar adanya. Sekarang gini deh, perhatiin orang sekitar kalian yang gak suka sama seseorang. Perhatikan meraka, apa yang membuat meraka gak suka? Pastikan ada sesuatu yang membuat mereka gak suka kan. Entah ada yang pamer diri sendiri lagi liburan di Instagram, posting tiket bioskop sama pacar di Twitter bahkan yang sampai punya followers ribuan pun juga kena semprot. Jangan-jangan kalian salah satu dari meraka.

Dan yang menjadi sasaran para Haters pasti orang yang bisa dibilang punya sesuatu yang gak dimiliki oleh pelaku. Contoh yang paling gampang ya para selebriti itu. Kadang di TV atau di Instagram sering pamerin rumah atau apapun yang mereka miliki. Disaat bersamaan pula ada juga yang langsung komentar macem-macem. Ada yang bilang aji mumpunglah. Pesugihanlah. Simpenan pejabatlah. Pokoknya semua yang memakai imbuhan-lah masuk. Saya suka menjelajah akun orang lain, entah instagram, facebook atau apapun yang bisa dijelajahi. Saya yakin, pasti ada satu atau dua orang yang seneng ngasih komentar negatif. Yang jadi pertanyaan saya adalah Udah gak suka tapi masih aja follow? Mau ngikutin sampe kapan? Sampe dia dipanggil Yang Maha Kuasa. Jika kalian ngelakuin itu sama aja kalian itu peduli. Gimana gak peduli, ngelakuin apa aja dikomentarin bahkan sampai tahu nama pacar, nama temen, nama tukang ojek langganannya. Semuanya tahu melebihi orang tuanya sendiri.

Sebelum pergi, Saya cuma nitip pesen aja.
  • Buat Tersangka
Sebelum kalian membenci seseorang. Pikir-pikir dulu deh, kenapa kalian gak suka sama orang itu? Apa alasannya? Jangan sampai saat ditanya kalian gak bisa jawab. Semua itu pasti ada alasannya. Ada yang langsung diketahui dan ada yang tidak. Inget, jika kalian membenci seseorang sama aja kalian perhatian sama orang itu. Peduli sama orang itu. Kalian bukan Feni Rose. kalian gak dibayar buat ngegosipin orang. Ngapain capek-capek ngomongin orang, gak dibayar lagi.
  • Buat Korban
Dimanapun, kapanpun kalian berada pasti ada yang gak suka sama kalian. Mereka berusaha bikin kalian jatuh dan nyerah ditengah jalan. Berbahagialah kalian karena masih ada yang ngasih perhatian kalian selain orang tua kalian. Jarang lho ada orang yang perhatian sama kalian cuma-cuma. Ngurusin kalian cuma-cuma. Gratis lagi. Babysitter aja dibayar buat ngurusin orang. Lain kali, pas kalian ketemu sama haters kalian ucapin terima kasih udah perhatian dengan seksama jangan lupa kasih oleh-oleh yaitu pencapaian kalian sendiri.

Kamis, 02 Juli 2015

Refleksi DOTA

Jika pada umumnya orang ngelakuin refleksi lewat kitab suci, bacaan renungan atau lewat kisah-kisah orang yang dianggap bisa memberi pencerahan. Anehnya justru saya menemukan media refleksi lain yaitu dengan video game.

Hal ini bermula ketika saya main DOTA 2 di rumah teman saya, Billy. Bisa dibilang dia orang yang buat saya main DOTA 2. Dengan segala rayuan yang dilontarkannya bagaikan orang MLM, akhirnya saya mulai ikut main DOTA 2. Seperti pada orang umumnya, ketika mencoba hal baru pasti ada kesulitan dan dari situ kita mulai belajar. Begitupun juga saya. Perlahan tapi pasti saya mulai bisa mengendalikannya dan mulai bisa main dengan baik. Istilah-istilah dalam DOTA yang awalnya saya buta sama sekali, sedikit demi sedikit mulai paham dan gak kelimpungan ketika main.

Diawal-awal main, rasanya kaya ingus. Naik turun naik turun, kadang menang kadang kalah kaya gitu aja terus. Semakin kedepan semakin ngerasa jago. Dalam hati "Boleh juga nih." Tingkat Percaya Diri langsung naik drastis, dari situ udah mulai ngayal main tingkat turnamen bahkan sampai level pro. Pepatah mengatakan "Setinggi-tingginya pohon akan tertiup angin juga" Begitu juga yang saya rasain, karena keasikan ngayal yang tak terbendung makna ujung-ujungnya jatoh juga, dan itu merusak semuannya. Gaya main makin lama makin ngaco. Motivasi jadi kurang karena ngerasa gampang. Pahitnya lagi adalah saya gak ada perkembangan sama sekali atau progressnya mandek. Padalah secara logika kalo kita ngelakuin sesuatu hal yang sama berulang-ulang pasti progressnya akan terlihat. Sayangnya hal itu gak berlaku ketika saya main, semakin lama bukannya makin naik malah tetep aja mandek, parahnya lagi kalo sampe turun. Sakit men rasanya.

Seperti yang udah dijelasin di awal. Media refleksi bisa dari masa saja, termasuk video game. Waktu itu dapet pencerahannya pas selesai main tempat Billy. Malem-malem jam 12, pulang sendirian bawa motor. Untungnya gak ketemu begal pas di jalan. Pas berhenti di perempatan, tiba-tiba aja dateng terlintas dipikiran saya. "Selama ini kalo main DOTA kok mainnya hampir sama kaya kehidupan sehari-hari. Senengnya main aman, gak mau ambil resiko. Harus nunggu orang dulu baru berani maju. Selalu berada dibarisan belakang. Gak berani ambil barisan depan." Pokoknya banyaklah, ntar kalo disebutin semua aibku kebongakr lagi. Tetapi intinya adalah bahwa Video game bisa memberi dampak positif. Sampe tak tebelin tuh, karena ini bener dan saya sendiri udah ngerasain. Dengan main game saya belajar bahasa inggris tanpa les. Dengan game saya punya teman. Dengan game juga saya tahu banyak hal yang gak pernah kalian dapatkan selama didalam kelas. Masih kurang bukti konkret, silahkan googling sendiri deh. Males nyebutin satu persatu.

Dari tulisan ini saya harap. Apa yang saya tulis ini bisa ngaruh pada orang yang baca ini dan saya sendiri. Karena yang namanya manusia pasti harus berkembang setiap waktu, gak mungkin manusia bentuknya gitu-gitu aja sampai dunia kiamat. Pasti ada yang berubah atau ada yang berkembang.

Sabtu, 14 Februari 2015

Perlukah Valentine?

Setiap tanggal 14 Februari, apa yang ada dipikiran orang-orang? Tidak lain tidak bukan adalah hari kasih sayang atau yang bisa disebut Hari Valentine. Hari yang sudah ditandai oleh dunia sebagai hari kasih sayang, dimana coklat, bunga dan ornamen berbentuk hati atau dekorasi berwarna pink. Jika kita lihat sendiri di perkotaan. Banyak tempat menawarkan berbagai hadiah atau paket Valentine. Misalkan potongan harga untuk sepasang kekasih, diskon Coklat dimana-mana, sampai-sampai ada paket Boneka, coklat serta kartu ucapan yang bisa sampai ratusan ribu rupiah. Semuanya yang merayakan itu didominasi oleh sepasang kekasih. Yang lebih ngenes lagi nih, ada yang bela-belain malakin temennya untuk ngasih dia coklat/bunga. Logikanya sederhana. Karena gak punya pasangan buat Valentine maka dia nyari orang yang bisa dipalakin coklat/bunga. Setelah itu pamer ke temennya biar gak dibilang jomblo atau dibully karena gak ikut ngerayain. 

Sayangnya, tanpa kita sadari. Saat ikutan Valentine, kita hanya ikut-ikutan temen tanpa tau asal usul Valentine itu sendiri atau memang tau Sejarah Valentine itu sendiri. Jika kita mencari di google. Pada tanggal 14 Februari tidak hanya memperingati hari kasih sayang tapi juga memperingati Hari Santo Valentinus. Dalam ajaran katolik (kebetulan saya juga katolik) pada hari tertentu ada hari dimana kita memperingati para misionaris yang sudah meninggal namun karena karya mereka akhirnya oleh Paus dinobatkan sebagai Santo (untuk laki-laki) dan Santa (untuk perempuan). Dari situ nama para Santo-Santa inilah menjadi nama permandian/baptis bagi umat katolik, namun tidak dipungkiri orang protestan juga melakukan hal yang serupa. Dari sini saya tau pasti ada yang bertanya "Kalau begitu kaum non-kristiani gak boleh ikut merayakan dong?" Saya akan jelaskan.

Dilihat dari sejarah Santo Valentinus sendiri. Sebenarnya itu mengacu pada dua nama yaitu Santo Valentinus dari Roma dan Santo Valentinus dari Terni. Gak tau mana yang benar tapi mereka berdua mempunyai kesamaan kisah. Pada tahun 269, dimana saat itu Kerajaan Roma sedang perang. Karena itu Kaisar Klaudius buat kebijakan bahwa tidak boleh ada pernikahan selama perang. Akibatnya para laki-laki ditarik keluar untuk perang. Melihat kejadian itu, Santo Valentinus akhrinya menikahkan sepasang kekasih secara sembunyi-sembunyi. Sayangnya hal itu diketahui oleh kaisar dan Santo Valentinus di pernjara, disiksa dan dihukum mati. Itu sejarah singkatnya.
Kita lihat dari sini lainnya, Valentine itu hanyalah budaya yang berasal dari barat. Dimana pada saat itu perayaan Valentine dimulai dari tukeran kartu ucapan. Seiring berjalannya waktu, tidak hanya sekedar tukeran kartu ucapan, mulailah dari situ ditambah coklat, bunga sampai pada boneka. Disana perayaan Valentine tidak hanya untuk sepasang kekasih. Disana laki-laki bisa mengucapkan Valentine kepada teman wanita atau teman laki-lakinya, begitu juga sebaliknya. Itu sah-sah aja karena penduduknya terbuka dengan hal apapun bahkan hubungan sejenispun gak masalah. Selain itu, Valenting juga dikaitkan dengan persembahan untuk Dewi cinta di Yunani dan Roma.

Kembali ke pertanyaan sebelumnya, "Apakah kaum non-kristiani gak boleh ikutan ngerayain?". Jika kalian tanya pada saya. Jawaban saya adalah "Silahkan saja." Mengapa? Karena bagi saya sendiri Valentine adalah budaya dimana orang saling berbagi kasih satu sama lain. Sama halnya dengan perayaan Sekaten di Jogja. Apakah orang dari luar Joga boleh ikutan sekaten? Ya silahkan saja. Permasalahan yang dianut kaum non-kristiani. Maaf kalau saya mengacu pada kaum muslim. Bukannya saya ingin memprovokasi atau menjatuhkan, tetapi di media sosial banyak yang menyatakan bahwa kaum muslim menolah Valentine.


Sebelum membuat artikel ini, saya berusaha mencari tahu mengapa mereka menolak Valentine. Dari hasil pencarian saya. Pada dasarnya dalam ajaran muslim, mereka juga diajarkan untuk mengasihi sesama manusia, bahkan pada mahluk hidup lainnya sekalipun. Yang menjadikan mereka menolak Valentine karena asal usul Valentine itu sendiri. Mereka menyakini bahwa merayakan Valentine sama halnya dengan Taqlid yaitu mengikuti kepercayaan non-muslim. Karena Valentine bukanlah ajaran dari Islam dan bukan budaya Islam.

Dari sini saya hanya ingin menyampaikan. Perlukah ikutan ngerayain Valentine? Silahkan saja selama kalian melakukannya dengan tata cara/adat istiadat setempat. Toh Tuhan tidak melarang umatnya untuk berbagi.

Kamis, 15 Januari 2015

Anugrah atau Musibah

Anugrah atau Musibah. Kata ini yang terus membuat saya bertanya-tanya tentang diri saya sendiri. Saya akui, saya berkepribadian introvert dan orang introvert selalu mempunyai pertanyaan sendiri dalam kepala mereka. Bisa juga disebut mereka memiliki dunianya sendiri. Dimana dunianya tidak banyak orang yang mengetahui apa yang mereka pikirkan? Mengapa bisa memikirkan hal tersebut selama berjam-jam? Itulah pertanyaan yang selalu terlontar ketika orang lain melihat mereka.

Ketika mengetahui bahwa diri saya sendiri adalah introvert, semua kegelisahan yang saya rasakan sedikit demi sedikit mulai terpecahkan. Sebelumnya saya selalu bertanya dengan diri sendiri "Apa yang salah dalam diri saya?" Karena saat melihat teman-teman saya, saya iri dengan mereka. Kenapa mereka bisa digandrungi banyak orang khususnya lawan jenis? Kenapa mereka mudah sekali melakukan percakapan tanpa terputus sampai orang lain sangat menantikan sososk dia yang mampu mencairkan suasana? Dengan kata lain gak ada dia gak rame. Hal itu menganggu saya saat berada dikelas atau dalam kegiatan apapun. Saya sering memperhatikan teman saya yang dengan luwesnya berbicara spontan dan menjadi bintang kelas. Belum lagi dikampus ada orang yang begitu populernya sampai-sampai semua orang selalu menemuinya dan mengandalkan dia dalam pembentukan kegiatan kampus. Saat pemilihan pengurus BEM juga saya ikut karena dari kelas gak ada perwakilan sama sekali bukan karena ingin berorganisasi atau ingin populer dikalangan kampus. Apalagi dalam pergaulan, di kampus, saya hanya kenal dan dekat dengan teman-teman satu prodi. Untuk prodi lain saya hanya sebatas tau nama mereka dan hal-hal tentang mereka dari orang lain. Bisa asal SMA, pacarnya siapa atau dia senengnya nongkrong dimana. Yah seperti itulah.

Hal lain bikin saya iri adalah "Kenapa mereka dengan gampangnya mengaet lawan jenis? Apa yang menjadi daya tarik mereka? " Kok bisa sih mereka mendekati lawan jenis tanpa halangan. Padahal saya juga pengen bisa mengaet lawan jenis tapi apa daya saya aja takut sama cewek (cewek disini selain keluarga). Bingung juga kenapa bisa seperti itu. Ketika mau mulai percakapan otak saya mulai menyusun pertanyaan apa yang mau dilontarkan. Takutnya pertanyaan saya membuat dia ilfeel atau membuat saya di mata dia orang yang tidak menyenangkan. Amsyongkan kalo gitu. Udah jatuh tertimpa tangga. Matian-matian deketin tapi gara-gara gak bisa membuka percakapan jadinya berantakan. Masalahnya adalah lingkungan tempat saya memaksa untuk cowok yang mulai duluan dan cewek maunya terima jadi. Buat orang Ekstrovert hal itu gak masalah tapi buat saya itu bisa jadi penderitaan karena harus melawan rasa tidak nyaman berbicara dengan orang. Membuat orang lain nyaman dengan saya. Memang ada juga cewek yang mulai pendekatan duluan tapi tetep aja banyak tuntutan cowok yang harus mulai duluan. Entah itu budaya dari jaman dulu atau karena hal lain saya gak tau. Yang paling pahit adalah ketika naksir sama cewek tapi keburu disambet orang karena dia jago cuap-cuap dan sering ngajakin nongkrong.

Setiap hal pasti ada sisi positif dan negatinya. Saya sendiri percaya itu dan sudah menemukan serta membuktikan apa hal positif yang bisa diambil. Banyak teman saya cerita tentang hal-hal yang saya anggap dalam ranah pribadinya. Entah mereka sudah menceritakan hal ini ke orang lain atau belum paling tidak saya menjadi salah satu orang yang tahu tentang kehidupan pribadinya sampai keluarganya. Padahal saya dengan mereka bisa dibilang gak deket banget. Nongkrong bareng aja nggak pernah. 

Salah satunya adalah Intan, dia cerita tentang keluarganya. Padahal saya kenal dia belum ada setahun, satu semester aja belum. Saya kenal dia waktu gabung di organisasi anak muda di gereja. Bisa dibilang dia masih baru disitu. Belum banyak orang yang dia kenal dan belum banyak orang yang dia ajak ngobrol atau sebaliknya. Kita ngobrol bareng aja jarang, lewat BBM juga belum pernah. Saya gak tau apakah dia tipikal orang outgoing mudah terbuka dengan siapapun atau seperti saya yang pelit berbagi tentang diri sendiri. Yang buat saya kaget kenapa dia bisa cerita hal itu sama saya? Entah udah ada temennya yang tahu soal keluarganya atau gak semua temennya diceritain. Padahal cerita tentang keluarga sendiri gak semua orang mau gitu aja. Bahkan yang udah temenan lama aja belum tentu tahu keluarga satu sama lain apa lagi saya belum lama kenal Intan. Memang gak semua tentang keluarganya dia ceritakan tapi paling tidak saya mengetahui garis besar keluarga dia seperti apa. Dari situ saya bisa menyimpulkan bahwa saya tipikal yang bisa dipercaya menurut dia. Walau belum tentu benar paling tidak ketika seseorang sudah bicara tentang ranah privasinya, salah satunya tentang keluarga pertanda kita adalah orang yang bisa diandalkan saat curhat.

Mungkin sampai sekarang kita masih dengan kondisi introvert kita. Entah itu sebuah anugrah atau justru musibah. Hanya kita sendiri yang bisa mengartikan. Dengan kondisi sering berbicara sendiri dan berpikir seharunsya kita bisa mendapatkan pencerahan untuk diri kita sendiri.