Kamis, 15 Januari 2015

Anugrah atau Musibah

Anugrah atau Musibah. Kata ini yang terus membuat saya bertanya-tanya tentang diri saya sendiri. Saya akui, saya berkepribadian introvert dan orang introvert selalu mempunyai pertanyaan sendiri dalam kepala mereka. Bisa juga disebut mereka memiliki dunianya sendiri. Dimana dunianya tidak banyak orang yang mengetahui apa yang mereka pikirkan? Mengapa bisa memikirkan hal tersebut selama berjam-jam? Itulah pertanyaan yang selalu terlontar ketika orang lain melihat mereka.

Ketika mengetahui bahwa diri saya sendiri adalah introvert, semua kegelisahan yang saya rasakan sedikit demi sedikit mulai terpecahkan. Sebelumnya saya selalu bertanya dengan diri sendiri "Apa yang salah dalam diri saya?" Karena saat melihat teman-teman saya, saya iri dengan mereka. Kenapa mereka bisa digandrungi banyak orang khususnya lawan jenis? Kenapa mereka mudah sekali melakukan percakapan tanpa terputus sampai orang lain sangat menantikan sososk dia yang mampu mencairkan suasana? Dengan kata lain gak ada dia gak rame. Hal itu menganggu saya saat berada dikelas atau dalam kegiatan apapun. Saya sering memperhatikan teman saya yang dengan luwesnya berbicara spontan dan menjadi bintang kelas. Belum lagi dikampus ada orang yang begitu populernya sampai-sampai semua orang selalu menemuinya dan mengandalkan dia dalam pembentukan kegiatan kampus. Saat pemilihan pengurus BEM juga saya ikut karena dari kelas gak ada perwakilan sama sekali bukan karena ingin berorganisasi atau ingin populer dikalangan kampus. Apalagi dalam pergaulan, di kampus, saya hanya kenal dan dekat dengan teman-teman satu prodi. Untuk prodi lain saya hanya sebatas tau nama mereka dan hal-hal tentang mereka dari orang lain. Bisa asal SMA, pacarnya siapa atau dia senengnya nongkrong dimana. Yah seperti itulah.

Hal lain bikin saya iri adalah "Kenapa mereka dengan gampangnya mengaet lawan jenis? Apa yang menjadi daya tarik mereka? " Kok bisa sih mereka mendekati lawan jenis tanpa halangan. Padahal saya juga pengen bisa mengaet lawan jenis tapi apa daya saya aja takut sama cewek (cewek disini selain keluarga). Bingung juga kenapa bisa seperti itu. Ketika mau mulai percakapan otak saya mulai menyusun pertanyaan apa yang mau dilontarkan. Takutnya pertanyaan saya membuat dia ilfeel atau membuat saya di mata dia orang yang tidak menyenangkan. Amsyongkan kalo gitu. Udah jatuh tertimpa tangga. Matian-matian deketin tapi gara-gara gak bisa membuka percakapan jadinya berantakan. Masalahnya adalah lingkungan tempat saya memaksa untuk cowok yang mulai duluan dan cewek maunya terima jadi. Buat orang Ekstrovert hal itu gak masalah tapi buat saya itu bisa jadi penderitaan karena harus melawan rasa tidak nyaman berbicara dengan orang. Membuat orang lain nyaman dengan saya. Memang ada juga cewek yang mulai pendekatan duluan tapi tetep aja banyak tuntutan cowok yang harus mulai duluan. Entah itu budaya dari jaman dulu atau karena hal lain saya gak tau. Yang paling pahit adalah ketika naksir sama cewek tapi keburu disambet orang karena dia jago cuap-cuap dan sering ngajakin nongkrong.

Setiap hal pasti ada sisi positif dan negatinya. Saya sendiri percaya itu dan sudah menemukan serta membuktikan apa hal positif yang bisa diambil. Banyak teman saya cerita tentang hal-hal yang saya anggap dalam ranah pribadinya. Entah mereka sudah menceritakan hal ini ke orang lain atau belum paling tidak saya menjadi salah satu orang yang tahu tentang kehidupan pribadinya sampai keluarganya. Padahal saya dengan mereka bisa dibilang gak deket banget. Nongkrong bareng aja nggak pernah. 

Salah satunya adalah Intan, dia cerita tentang keluarganya. Padahal saya kenal dia belum ada setahun, satu semester aja belum. Saya kenal dia waktu gabung di organisasi anak muda di gereja. Bisa dibilang dia masih baru disitu. Belum banyak orang yang dia kenal dan belum banyak orang yang dia ajak ngobrol atau sebaliknya. Kita ngobrol bareng aja jarang, lewat BBM juga belum pernah. Saya gak tau apakah dia tipikal orang outgoing mudah terbuka dengan siapapun atau seperti saya yang pelit berbagi tentang diri sendiri. Yang buat saya kaget kenapa dia bisa cerita hal itu sama saya? Entah udah ada temennya yang tahu soal keluarganya atau gak semua temennya diceritain. Padahal cerita tentang keluarga sendiri gak semua orang mau gitu aja. Bahkan yang udah temenan lama aja belum tentu tahu keluarga satu sama lain apa lagi saya belum lama kenal Intan. Memang gak semua tentang keluarganya dia ceritakan tapi paling tidak saya mengetahui garis besar keluarga dia seperti apa. Dari situ saya bisa menyimpulkan bahwa saya tipikal yang bisa dipercaya menurut dia. Walau belum tentu benar paling tidak ketika seseorang sudah bicara tentang ranah privasinya, salah satunya tentang keluarga pertanda kita adalah orang yang bisa diandalkan saat curhat.

Mungkin sampai sekarang kita masih dengan kondisi introvert kita. Entah itu sebuah anugrah atau justru musibah. Hanya kita sendiri yang bisa mengartikan. Dengan kondisi sering berbicara sendiri dan berpikir seharunsya kita bisa mendapatkan pencerahan untuk diri kita sendiri.