Sabtu, 07 November 2015

Kehidupan Gamer (Part 9)

Sekarang ini adalah jaman dimana semua hal bisa menjadi profesi dan mendulang emas dari apa yang kita lakukan. Salah satunya adalah game. Sejak Turnamen "The Internasional 5" yang digelar Agustus kemarin dengan total hadiah mencapai 18 juta USD. Mulai orang-orang menekuni Dota 2 yang awalnya hanya sekedar hobi kini mulai memasuki dunia professional layaknya atlit olahraga pada umumnya.

Sepintas apa yang orang awam liat dari gamer adalah hal yang sia-sia. Menghabiskan waktu berjam-jam didepan komputer dan gak ngelakuin aktivitas apapun. Ngebanggain item yang harga jualnya tinggi walau cuma virtual. Teriak-teriak histeris saking senengnya bisa ngalahin temen sendiri dan beberapa kehebohan lainnya yang gak perlu saya sebutin karena banyak banget. Dari semua itu bisa diketahui bahwa Video Game udah masuk kategori olahraga, atau bisa disebut E-SPORT.

Isitilah E-sport belum familiar ditelinga masyarakat. Walau Indonesia punya lembaga yang ngurusin E-sport tetep aja harus ada sosialisasi secara berkala. Saya yakin pasti bertanya-tanya "Kenapa video game bisa masuk ketegori olahraga?" Dari sisi manakah bisa disebut olahraga. Saya bukan orang yang berkecimpung dalam dunia E-sport atau professional gamer, tetapi saya menjelaskan sepemahaman saya.

E-sport pada dasarnya adalah olahraga seperti sepakbola atau basket. Bedanya adalah lapangan buat main. E-sport lapangannya di dunia maya. Pas main juga gak sembarangan asal main. Ada strategi dan teori dasar dalam permainan. Sepak bola punya dirbble, passing, shooting dan tackling. E-sport, khususnya Dota 2, dia punya creeping, last hit, stack creep. Sepak bola punya striker, midfender dan bek serta kiper. Dota 2 juga ada pengaturan posisi, ada mid player, carry player, offlane player dan support player. Sisanya adalah bagaimana para pemain mengatur strategi agar bisa memenangkan pertandingan.

Beberapa negara sudah mengakui adanya E-Sport dan tidak jarang mereka yang berkecimpung dielu-elukan seperti pemin sepakbola yang habis menjadi juara di negara orang. Menyaksikan para pemain bertanding adalah suatu kebanggan tersendiri. Di Indonesia sendiri, saat The Internasional 5 berlangsung ada juga yang membuat acara nonbar layaknya sepakbola. Walau gak semeriah piala dunia, paling tidak ada yang bisa dibanggakan dari hobi bermain game. Turnamen - turnamen lokal, nasional dan internasional adalah salah satu bentuk apresiasi untuk gamer. Setidaknya mereka bisa bilang sama orang-orang bahwa waktu yang mereka luangkan berjam-jam setiap harinya gak sia-sia.

Ketika saya melihat video Free To Play, saya melihat sendiri bagaimana perjuangan untuk hidup dengan game dan meyakinkan keluarganya. Dimana saat itu game masih abu-abu. Tidak ada jalan terang apakah ini bisa menjadi pekerjaan atau tidak. Stereotip tersebut akhirnya segera dipatahkan dengan adanya turnamen pertama The Internasional dengan total hadiah 1 juta USD, yang saat itu adalah hadiah terbesar dalam turnamen E-sport.

Dulu saya selalu mengira orang-orang yang berkecimpung dalam E-sport pasti anak orang kaya. Mereka bisa beli peralatan game yang mahal. Punya komputer dengan spesifikasi gede, internet kenceng dan apapun yang menunjang permainnan mereka. Tiap ada update item terbaru, selalu berada digaris depan sebelun orang lain punya. Selalu bisa membuat temen-temannya iri dan menjadi pusat perhatian. Namun pandangan itu salah, gak semua gamer dengan peralatan bagus pasti anak orang kaya. Gak semua dari mereka pasti bisa menjadi Gamer Proffesional. Banyak gamer proffesional yang berasal dari keluarga miskin. Yang bisa kita lihat adalah bagaimana memperjuangkan itu agar kita menjadi "kaya"


Video Free To Play